Kamis, 31 Mei 2012

HAL-HAL YANG DISUNNAHKAN DALAM SHALAT


HAL-HAL YANG DISUNNAHKAN DALAM SHOLAT

Hal yang sunnah dalam sholat adalah bagian sholat yang tidak termasuk dalam rukun maupun wajib, tidak membatalkan solat baik ditinggalkan secara sengaja maupun lupa.  Hal-hal yang sunnah lebih baik dan menambah pahala bila dilakukan seandainya  memang kita sanggup atau berkesempatan melakukannya.
Sunnah-sunnah ini tidak wajib dilakukan oleh orang yang shalat, tetapi jika ia melakukan semuanya atau sebagiannya maka ia akan mendapatkan pahala, sedangkan orang yang meninggalkan semuanya atau sebagiannya maka tidak ada dosa baginya, sebagaimana pembicaraan tentang sunnah-sunnah yang lain (selain sunnah shalat).
Namun seharusnya bagi seorang mukmin untuk melakukannya sambil mengingat sabda Al-Mushthafa shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Al-Khulafaa` Ar-Raasyidiin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham kalian.” (HR. At-Tirmidziy dari Al-’Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu)
 Diantara sunnah-sunnah shalat adalah :
1. Do’a Iftitaah
2. Meletakkan (telapak) tangan kanan di atas (punggung) tangan kiri pada dada tatkala berdiri sebelum ruku’
3. Mengangkat kedua tangan dengan jari-jari rapat yang tebuka (tidak terkepal) setinggi bahu atau telinga tatkala takbir pertama, ruku’, bangkit dari ruku’, dan ketika berdiri dari tasyahhud awal menuju raka’at ketiga
4. Tambahan dari sekali tasbih dalam tasbih ruku’ dan sujud
5. Tambahan dari ucapan Rabbanaa walakal hamdu setelah bangkit dari ruku’
6. Tambahan dari satu permohonan akan maghfirah (yaitu bacaan Rabbighfirlii) Diantara dua sujud
7. Meratakan kepala dengan punggung dalam ruku’
8. Berjauhan antara kedua lengan atas dengan kedua sisi, antara perut dengan kedua paha dan antara kedua paha dengan kedua betis pada waktu sujud
9. Mengangkat kedua siku dari lantai ketika sujud
10. Duduk iftiraasy (duduk di atas kaki kiri sebagai alas dan menegakkan kaki kanan) pada tasyahhud awal dan Diantara dua sujud.
11. Duduk tawarruk (duduk pada lantai dan meletakkan kaki kiri di bawah kaki kanan yang tegak) pada tasyahhud akhir dalam shalat tiga atau empat raka’at
12. Mengisyaratkan dengan telunjuk pada tasyahhud awal dan tasyahhud akhir sejak mulai duduk sampai selesai tasyahhud
13. Mendo’akan shalawat dan berkah untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarga beliau serta untuk Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan keluarga beliau pada tasyahhud awal
14. Berdo’a pada tasyahhud akhir
15. Mengeraskan (jahr) bacaan pada shalat Fajar (Shubuh), Jum’at, Dua Hari Raya, Istisqaa` (minta hujan), dan pada dua raka’at pertama shalat Maghrib dan ‘Isya`
16. Merendahkan (sirr) bacaan pada shalat Zhuhur, ‘Ashar, pada raka’at ketiga shalat Maghrib dan dua rakaat terakhir shalat ‘Isya`
17. Membaca lebih dari surat Al-Fatihah.
Demikian juga kita harus memperhatikan apa-apa yang tersebut dalam riwayat tentang sunnah-sunnah selain yang telah kami sebutkan. Misalnya, tambahan dari ucapan Rabbanaa walakal hamdu setelah bangkit dari ruku’ untuk imam, makmum, dan yang shalat sendiri, karena hal itu termasuk sunnah. Meletakkan kedua tangan dengan jari-jari terbuka (tidak rapat) pada dua lulut ketika ruku’ juga termasuk sunnah.
Penjelasan Sunnah-sunnah Shalat
Sunnah-sunnah dalam Shalat itu sebagai berikut:
1. Doa Istiftaah
Dinamakan do’a Istiftaah karena shalat dibuka dengannya.
Diantara doa istiftaah: 
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ
“Maha Suci Engkau Ya Allah dan Maha Terpuji, Maha Berkah Nama-Mu, Maha Tinggi Kemuliaan-Mu, dan tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Engkau.”
Makna Subhaanakallaahumma, “Saya mensucikan-Mu dengan pensucian yang layak bagi Kemuliaan-Mu, Ya Allah.”
Wabihamdika, ada yang mengatakan maknanya, “Saya mengumpulkan tasbih dan pujian bagi-Mu.”
Watabaarakasmuka, maknanya, “Berkah dapat tercapai dengan menyebut-Mu.”
Wata’aalaa jadduka, maknanya, “Maha Mulia Keagungan-Mu.”
Wa laa ilaaha ghairuka, maknanya, “Tidak ada sesembahan (yang berhak diibadahi) di bumi maupun di langit selain-Mu.”
Boleh membaca do’a istiftaah dengan do’a yang mana saja yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mustahab (termasuk sunnah) jika seorang muslim melakukan doa istiftaah kadang dengan do’a yang ini, kadang dengan do’a yang itu, agar dia tergolong orang yang melakukan sunnah keseluruhannya (dalam masalah ini).
Diantara do’a-do’a istiftaah yang tersebut dalam riwayat adalah 
اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِيْ مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ
“Ya Allah, jauhkanlah antara aku dengan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dengan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju yang putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahan-kesalahanku dengan air, es dan embun.”
2. Meletakkan (telapak) tangan kanan di atas (punggung) tangan kiri pada dada saat berdiri sebelum ruku’
Sebagaimana diterangkan dalam hadits Wa`il bin Hujr radhiyallahu ‘anhu,
“Lalu Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangan yang kanan di atas tangan yang kiri.” (HR. Al-Imam Ahmad dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّا مَعْشَرَ الأَنْبِيَاءِ أُمِرْنَا بِتَعْجِيْلِ فِطْرِنَا وَتَأْخِيْرِ سُحُوْرِنَا وَأَنْ نَضَعَ أَيْمَانَنَا عَلَى شَمَائِلِنَا فِي الصَّلاَةِ
“Sesungguhnya kami, kalangan para Nabi, telah diperintahkan untuk menyegerakan buka puasa kami, mengakhirkan sahur kami, serta agar kami meletakkan tangan kanan kami di atas tangan kiri dalam shalat.” (HR. Abu Dawud dengan sanad yang hasan dari Thawus secara mursal)
Dan masih ada lagi selain cara di atas sebagaimana di terangkan dalam berbagai riwayat. Namun dalam hal ini, pendapat yang terpilih dan rajih adalah meletakkan tangan di atas dada (yaitu tepat di dada, bukan di atas dada mendekati leher), atau yang mendekati dada yaitu di sekitar hati, wallaahu a’lam.
Asy-Syaikh Al-Albaniy menjelaskan bahwa meletakkan kedua tangan di dada inilah yang shahih di dalam sunnah, adapun selain itu riwayatnya dha’if atau laa ashla lahu (tidak ada asalnya), lihat kitab beliau Shifatu Shalaatin Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Mengangkat kedua tangan dengan jari-jarinya yang rapat terbuka (tidak terkepal) setinggi bahu atau telinga tatkala takbir pertama, ruku’, bangkit dari ruku’ dan ketika berdiri dari tasyahhud awal menuju raka’at ketiga
Berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya dengan jari-jari yang rapat terbuka /tidak terkepal (dan tentunya menghadap ke kiblat).
Juga berdasarkan hadits Abu Humaid radhiyallahu ‘anhu, “Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangan setinggi kedua bahunya.” (HR. Abu Dawud)
Dan hadits Malik bin Huwairits, “Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya hingga setinggi ujung kedua telinganya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Mengangkat kedua tangan adalah isyarat membuka hijab antara seorang hamba dengan Rabbnya, sebagaimana telunjuk mengisyaratkan ke-Esaan Allah ‘azza wa jalla.
Pada Hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika beliau berdiri untuk shalat wajib maka beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangan beliau setinggi kedua bahunya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan seperti itu apabila telah selesai dari bacaannya dan hendak ruku’, demikian pula setelah mengangkat kepala dari ruku’. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengangkat tangannya sama sekali ketika duduk di dalam shalat. Apabila telah berdiri selesai melakukan dua sujud (maksudnya adalah dua raka’at), maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali mengangkat kedua tangannya sambil bertakbir. (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidziy menshahihkannya).
4. Tambahan dari sekali dalam tasbih ruku’ dan sujud
Sesuai hadits Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu bahwa ia mendengarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan tatkala ruku’, Subhaana rabbiyal ‘azhiim, sedangkan tatkala sujud, Subhaana rabbiyal a’laa. (HR. Abu Dawud)
Boleh juga ditambah dengan wabihamdih. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Yang wajib adalah satu kali, sedangkan batas minimal kesempurnaan adalah tiga kali dan maksimalnya sepuluh kali (bagi imam). Sebagaimana dikatakan oleh para ‘ulama, “Bagi imam, batas minimal kesempurnaan adalah tiga kali dan maksimalnya sepuluh kali.”
Boleh juga do’a yang lain seperti dalam hadits Abu Hurairah, bahwa di dalam sujudnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan, 
اللَّهُمَّ اغْفِرْلِيْ ذَنْبِيْ كُلَّهُ وَدِقَّهُ وَجِلَّهُ وَأَوَّلَهُ وَأَخِرَهُ وَعَلاَنِيَّتَهُ وَسِرَّهُ
“Ya Allah, ampunilah bagiku dosaku semuanya, yang kecil maupun yang besar, yang awal maupun yang akhir, serta yang terang-terangan maupun yang tersembunyi.” (HR. Muslim)
Atau memilih do’a yang lain, lihat Shifatu Shalaatin Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam karya Asy-Syaikh Al-Albaniy.
Jika mau maka boleh berdo’a (dengan bahasa Arab) ketika sujud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Adapun ketika sujud, maka perbanyaklah do’a padanya, sebab sangat pantas dikabulkan bagi kalian (dengan keadaan seperti itu).” (HR. Muslim)
Ketahuilah bahwa tidak boleh membaca ayat atau surat Al-Qur`an saat ruku’ dan sujud karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya!! (HR. Muslim)
5. Tambahan dari ucapan Rabbanaa walakal hamdu setelah bangkit dari ruku’
Seperti menambahkan,
مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْئٍ بَعْدُ
“Sepenuh langit dan sepenuh bumi dan sepenuh semua yang Engkau kehendaki selain itu.” (HR. Muslim)
Jika mau maka boleh menambahkan lagi,
أَهْلَ الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ أَحَقُّ مَا قَالَ الْعَبْدُ وَكُلُّنَا لَكَ عَبْدٌ اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ
وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
“Pemilik pujian dan kemuliaan yang paling pantas untuk dikatakan oleh seorang hamba, semua kami hamba-Mu, Ya Allah, tidak ada penghalang terhadap apa yang Engkau berikan, tidak ada pemberi terhadap apa yang Engkau tahan, dan tidak dapat memberi manfaat selain daripada-Mu.” (HR. Muslim, Abu Dawud dan Abu ‘Awanah)
Boleh juga tanpa wawu Rabbanaa lakal hamdu. (Muttafaqun ‘alaih)
Boleh mengucapkan do’a yang lain yang disebutkan dalam berbagai riwayat, lihat Shifatu Shalaatin Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam.
6. Tambahan dari satu permohonan akan maghfirah di antara dua sujud
Yang wajib adalah satu kali sesuai riwayat Hudzaifah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan di antara dua sujud, Rabbighfirlii (Rabbku ampunkanlah aku!). (HR. An Nasa`iy dan Ibnu Majah)
7. Meratakan kepala dengan punggung dalam ruku’
Berdasarkan hadits ‘A`isyah, “Jika ruku’, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak meninggikan kepalanya dan tidak pula menurunkannya, akan tetapi di antara itu.” (HR. Muslim)
8. Berjauhan antara kedua lengan atas dengan kedua sisi, antara perut dengan kedua paha dan antara kedua paha dengan kedua betis pada waktu sujud
9. Mengangkat kedua siku tangan dari lantai ketika sujud
Berdasarkan hadits tentang sifat shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merapatkan kedua siku ke lantai. (HR. Al Bukhariy dan Abu Dawud)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua sikunya dari lantai dan menjauhkannya dari dua sisinya sehingga tampak putih ketiaknya dari belakang. (Muttafaqun ‘alaih)
10. Duduk Iftiraasy (duduk di atas kaki kiri sebagai alas dan menegakkan kaki kanan) pada tasyahhud awal dan di antara dua sujud
Berdasarkan hadits riwayat ‘A`isyah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan alas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya. (HR. Muslim)
Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab berkata, “Lalu duduk iftirasy untuk bertasyahhud, meletakkan kedua tangan di atas paha dengan jari-jari tangan kiri dibentangkan dan rapat menghadap Kiblat, sedangkan pada tangan kanannya maka anak jari dan jari manis dikepal, serta jari tengah dilingkarkan dengan ibu jari, lalu bertasyahhud dengan sirr (diucapkan dengan tidak bersuara), sementara telunjuk memberi isyarat tauhid.”
11. Duduk tawarruk (duduk dengan pantat menyentuh lantai dan meletakkan kaki kiri di bawah kaki kanan yang tegak) pada tasyahhud akhir dalam shalat tiga atau empat raka’at
Abu Humaid As-Sa’idiy berkata, “Jika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk pada raka’at terakhir maka beliau memajukan kaki kirinya dan menegakkan yang lain (kanan) serta duduk dengan pantat menyentuh lantai.” (HR. Al-Bukhariy 2/828)
Dan dalam hadits Rifa’ah bin Rafi’ dijelaskan, “Lalu jika kamu telah duduk di pertengahan (akan selesainya) shalat maka thuma’ninahlah, rapatkan ke lantai paha kirimu lalu bertasyahhud.” (HR. Abu Dawud no.860)
12. Mengisyaratkan dengan telunjuk pada tasyahhud awal dan tasyahhud akhir sejak mulai duduk sampai selesai tasyahhud
13. Mendo’akan shalawat dan berkah untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarga beliau serta untuk Nabi Ibrahim ‘alaihis sallam dan keluarga beliau pada tasyahhud awal
14. Berdo’a pada tasyahhud akhir
Berdasarkan hadits, “Lalu hendaklah ia memilih do’a yang dia suka.”
Banyak do’a-do’a setelah tasyahhud yang terdapat dalam berbagai riwayat, silahkan meruju’ kitab Shifatu Shalaatin Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam.
15. Menjahrkan (mengeraskan) bacaan pada shalat Fajr, Jum’at, Dua Hari Raya, Istisqaa` (minta hujan) dan pada dua raka’at pertama shalat Maghrib dan ‘Isya`
16. Merendahkan (sirr) bacaan pada shalat Zhuhur, ‘Ashar, pada raka’at ketiga shalat Maghrib dan dua rakaat terakhir shalat ‘Isya`
Al-Imam Ibnu Qudamah berkata, “Telah disepakati akan mustahab-nya menjahrkan bacaan pada tempat-tempat jahr dan mensirrkan pada tempat-tempat sirr, serta kaum muslimin tidak berselisih pendapat tentang tempat-tempatnya. Atas dasar perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jelas pada penukilan ‘ulama khalaf dari ‘ulama salaf.” 
17. Membaca lebih dari Al-Fatihah
Al-Imam Ibnu Qudamah berkata, “Membaca surat setelah Al-Fatihah adalah disunnahkan pada dua raka’at (awal) dari semua shalat, kita tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini.”
Sunnah-sunnah yang lain dalam Shalat
Termasuk sunnah, yaitu imam menjahrkan (mengeraskan lisan) takbirnya dan pada saat mengucapkan tasmii’ (sami’allaahu liman hamidah), sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika imam takbir maka bertakbirlah kalian.”
Juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika imam mengucapkan Sami’allaahu liman hamidah, maka ucapkanlah: Rabbanaa walakal hamdu.” (Muttafaqun ‘alaih)
Adapun makmum dan orang yang shalat sendiri, maka mereka mensirrkan kedua ucapan tersebut.
Disunnahkan mengucapkan ta’awwudz secara sirr (tidak bersuara), dengan mengucapkan A’uudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim, atau A’uudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim min hamzihi wanafkhihi wanaftsih (aku berlindung kepada Allah dari godaan syaithan yang terkutuk, dari semburannya, kesombongannya dan hembusannya). Lalu membaca basmalah dengan sirr (pelan), basmalah tidak termasuk Al-Fatihah, tidak pula surat-surat lainnya (kecuali pada surat An-Naml ayat 30, pent), namun basmalah merupakan satu ayat tersendiri yang berada di awal tiap surat kecuali At-Taubah.
Disunnahkan menulis basmalah di awal tiap kitab sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi Sulaiman dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta hendaklah diucapkan (basmalah) di tiap permulaan suatu pekerjaan, sebab ia dapat mengusir syaithan.
Ketika membaca Al-Fatihah disunnahkan untuk berhenti pada tiap ayat sebagaimana cara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membacanya, lalu mengucapkan aamiin (Ya Allah, kabulkanlah!) setelah diam sejenak agar diketahui bahwa kata aamiin bukan dari Al-Qur`an. Tidak boleh mengucapkan Rabighfirlii sebelum aamiin, karena tidak ada dalilnya. Imam dan makmum menjahrkan aamiin secara bersamaan pada shalat jahr, setelah itu disunnahkan bagi imam untuk diam sejenak pada shalat jahr berdasarkan hadits Samurah.
Disunnahkan membaca satu surat secara utuh setelah Al-Fatihah (dari awal sampai akhir ayat dalam satu surat) walaupun boleh hanya membaca satu ayat, yang menurut Al-Imam Ahmad mustahab (sunnah/disukai) satu ayat tersebut panjang. Adapun di luar shalat, maka membaca basmalah boleh dengan jahr atau sirr.
Hendaklah surat yang dibaca pada shalat Fajr (Shubuh), surat yang termasuk dalam Thiwaal Al-Mufashshal (surat-surat panjang dari mufashshal), berdasarkan ucapan Aus, “Saya telah menanyakan kepada para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bagaimana kalian membagi Al-Qur`an?” Maka masing-masing mereka berkata, “Tiga bagian, lima, tujuh, sembilan, sebelas dan tiga belas, ditambah satu bagian Al-Mufashshal (yang dimulai dari surat Qaaf hingga An-Naas).”
Kemudian pada shalat Maghrib membaca Qishaar Al-Mufashshal (surat-surat pendek dari mufashshal). Adapun pada shalat-shalat yang lain, maka membaca Ausath Al-Mufashshal (yang sedang dari mufashshal) jika tidak ada ‘udzur/halangan, namun jika ada halangan maka membaca yang pendek saja.
Tidak mengapa bagi wanita membaca dengan jahr pada shalat jahr, selama tidak ada laki-laki ajnabiy (yang bukan mahram) yang mendengarkannya.
Adapun orang yang melakukan shalat sunnah di malam hari, maka hendaklah ia memperhatikan maslahat, jika di dekatnya ada orang yang merasa terganggu hendaklah ia sirrkan, adapun jika orang di dekatnya justru memperhatikan bacaannya maka hendaklah ia jahrkan. Tidak terlalu keras dan tidak terlalu pelan sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu ketika shalat malam agar meninggikan sedikit suaranya dan memerintahkan ‘Umar radhiyallahu ‘anhu agar menurunkan sedikit suaranya.
Hendaklah menjahrkan bacaan pada tempat jahr dan mensirrkannya pada tempat sirr, walaupun tetap sah shalatnya kalau ia melakukan kebalikannya, akan tetapi sunnah lebih berhak untuk diikuti.
Adapun tertib ayat, maka wajib diperhatikan karena tertib ayat harus berdasarkan nash.
Termasuk sunnah, berpaling ke kanan dan kiri saat salam, dan hendaklah berpaling ke kiri lebih dalam hingga pipi terlihat. Imam menjahrkan pada salam pertama saja, adapun selain imam maka hendaklah mensirrkan kedua salam itu.
Disunnahkan untuk tidak memanjangkan suara saat memberi salam serta berniat dengannya untuk keluar dari (mengakhiri) shalat dan memberi salam kepada malaikat penjaga dan orang-orang yang hadir.
Termasuk sunnah, setelah shalat imam (berbalik) condong ke makmum baik pada sisi kanan atau kirinya, imam tidak lama duduk menghadap Kiblat setelah salam, dan makmum tidak pergi sebelum imam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
إِنِّيْ إِمَامُكُمْ فَلاَ تَسْبِقُوْنِيْ بِالرُّكُوْعِ وَلاَ بِالسُّجُوْدِ وَلاَ بِالإِنْصِرَافِ
“Sesungguhnya aku adalah imam kalian, maka janganlah mendahuluiku dalam ruku’, sujud dan pergi.”
Jika ada jama’ah wanita yang ikut shalat, maka hendaklah jama’ah wanita itu keluar terlebih dahulu, sedangkan jama’ah laki-laki tetap pada tempatnya untuk berdzikir agar tidak berpapasan dengan wanita.
Wallaahu A’lam.

Maraji’: Syarh Ad-Duruus Al-Muhimmah li ‘Aammatil Ummah, karya Asy-Syaikh Ibnu Baaz dan Shifatu Shalaatin Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam karya Asy-Syaikh Al-Abaniy.
http://fdawj.atspace.org/awwb/th3/28.htm

Rabu, 23 Mei 2012

MICRO TEACHING


MAKALAH  KELOMPOK

KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR MENGADAKAN
VARIASI / STIMULUS

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Micro Teaching

DOSEN PENGAMPU: Drs. ERDI INDRA





DISUSUN OLEH 

    1. ABDUL WAHID
    2. DESI RATNA SARI
    3. MAHFUZAH
    4. YULIA OLVA
    5. SULAIMAN

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
AULIAURRASYIDIN
TEMBILAHAN
2011



PEMBAHASAN
KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR MENGADAKAN
VARIASI / STIMULUS

A. Pengertian

Variasi stimulus adalah keterampilan guru untuk menjaga agar iklim pembelajaran tetap menarik perhatian, tidak membosankan, sehingga siswa menunjukkan sikap antusias dan ketekunan, penuh gairah dan berpartisipasi aktif dalam setiap langkah kegiatan pembelajaran.[1] Variasi dapat berwujud perubahan-perubahan atau perbedaan-perbedaan yang sengaja diciptakan/dibuat untuk memberikan kesan yang unik.[2] Oleh karena itu, hidup selalu memerlukan variasi, perubahan yang membawa sesuatu yang baru. Variasi membuat hidup menjadi lebih bergairah, dinamis dan penuh harapan.[3]
Keterampilan mengadakan variasi dalam proses belajar mengajar akan meliputi tiga aspek, yaitu variasi dalam gaya mengajar, variasi dalam menggunakan media dan bahan pengajaran, dan variasi dalam interaksi antara guru dan siswa. Apabila ketiga komponen tersebut dikombinasikan dalam penggunaannya atau secara integrasi maka akan meningkatkan perhatian siswa membangkitkan keinginan dan kemauan belajar, keterampilan dalam mengadakan variasi ini lebih luas penggunaannya dari pada keterampilan lainnya, karena merupakan keterampilan campuran atau diintegrasikan dengan keterampilan yang lain. Misalnya, variasi dalam memberikan penguatan, variasi dalam memberi pertanyaan, dan variasi dalam tingkat kognitif.
Dalam proses belajar mengajar ada variasi bila guru dapat menunjukkan adanya perubahan dalam gaya mengajar, media yang digunakan berganti-ganti, dan ada perubahan dalam pola interaksi antara guru-siswa, siswa-guru, dan siswa-siswa. Variasi lebih bersifat proses dari pada produk.[4]
Jadi, keterampilan mengajar dengan bervariasi adalah merupakan perubahan dalam proses kegiatan yang bertujuan meningkatkan dorongan anak didik serta menghilangkan rasa kebosanan dalam belajar.[5]

B. Tujuan Variasi Mengajar
Penggunaan variasi terutama ditunjukkan terhadap perhatian siswa, motivasi, dan belajar siswa. Tujuan mengadakan variasi dimaksud adalah :
1. Meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap Relevansi proses belajar mengajar
Dalam proses belajar mengajar perhatian siswa terhadap materi pelajaran yang sangat di tuntut. Sedikit pun tidak diharapkan adanya siswa yang tidak atau kurang memperhatikan penjelasan guru, karena hal itu akan menyebabkan siswa tidak mengerti akan bahan yang diberikan guru. Tercapainya tujuan pembelajaran tersebut bila setiap siswa mencapai penguasaan terhadap materi yang diberikan dalam suatu pertemuan kelas. Indikator penguasaan siswa terhadap materi pelajaran adalah terjadinya perubahan didalam diri siswa. Jadi, perhatian adalah masalah yang tidak bisa dikesampingkan dalam konteks pencapaian tujuan pembelajaran.
Karena itu, guru selalu memperhatikan variasi mengajarnya, apakah sudah dapat meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap materi yang dijelaskan atau belum.
2. Memberikan kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi
Motivasi memegang peranan penting dalam belajar. Seorang siswa tidak akan dapat belajar dengan baik dan tekun jika tidak ada motivasi didalam dirinya. Bahkan tanpa motivasi, seseorang siswa tidak akan melakukan kegiatan belajar. Maka dari itu, guru selalu memperhatikan masalah motivasi ini dan berusaha agar tetap tergejolak didalam diri setiap siswa selama pengajaran berlangsung.
Dalam proses belajar mengajar dikelas, tidak setiap siswa mempunyai motivasi yang sama terhadap sesuatu bahan. Untuk bahan tertentu boleh jadi seorang siswa menyenanginya, tetapi untuk bahan yang lain boleh jadi siswa tersebut tidak menyenanginya.
Bagi siswa selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru, karena didalam diri siswa tersebut sudah ada motivasi, yaitu motivasi intrinsic. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadarannya sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya.
Disini peran guru lebih dituntut untuk memerankan fungsi motivasi, yaitu motivasi sebagai alat yang mendorong manusia untuk berbuat, motivasi sebagai alat yang menentukan arah perbuatan dan motivasi sebagai alat untuk menyeleksi perbuatan.
3. Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah
Suatu kegiatan yang tidak bisa dipungkiri bahwa dikelas ada siswa tertentu yang kurang senang terhadap seorang guru. Sikap negatif ini tidak hanya terjadi pada siswa, tetapi juga pada siswi. Konsekuensinya bidang studi yang dipegang oleh guru tersebut juga menjadi tidak disenangi. Acuh tak acuh selalu ditunjukkan lewat sikap dan perbuatan ketika guru tersebut sedang memberikan materi pelajaran kelas.
Kurang senangnya seorang siswa terhadap guru bisa jadi disebabkan gaya mengajar guru yang kurang bervariasi. Gaya mengajar guru tidak sejalan dengan gaya belajar siswa. Metode mengajar yang dipergunakan itu-itu saja. Misalnya, hanya menggunakan metode ceramah untuk setiap kali melaksanakan tugas mengajar dikelas. Tidak pernah  terlihat menggunakan metode yang lain. Misalnya metode diskusi, resitasi, tanya jawab, problem solving atau cerita.
Guru yang bijaksana adalah guru yang pandai menempatkan diri dan pandai mengambil hati siswa. Dengan sikap ini siswa merasa diperhatikan oleh guru. Siswa ingin selalu dekat dengan guru. Ketiadaan guru barang sehari disekolah tidak jarang dipertanyakan. Siswa merasa rindu untuk selalu dekat disisi guru. Guru seperti itu biasanya karena gaya guru mengajarnya dan pendekatannya yang sesuai dengan psikologis siswa. Variasi mengajarnya mempunyai relevansi dengan gaya belajar siswa. Disela-sela penjelasan selalu diselingi humor dengan pendekatan yang edukatif, jauh dari sikap permusuhan.
4. Memberikan Kemungkinan Pilihan dan Fasilitas Belajar Individual
Sebagai seorang guru dituntut untuk mempunyai berbagai keterampilan yang mendukung tugasnya dalam mengajar. Penguasaan metode mengajar yang dituntut kepada guru tidak hanya satu atau dua metode, tetapi lebih banyak dari itu. Penguasaan terhadap bagaimana menggunakan media merupakan keterampilan lain yang juga diharuskan bagi seorang guru. Demikian juga penguasaan terhadap berbagai pendekatan dalam mengajar dikelas. Penguasaan dari ketiga keterampilan tersebut (metode, media dan pendekatan) memudahkan bagi guru melakukan pengembangan variasi mengajar. Tapi jika sebaliknya, maka sulitlah bagi guru mengembangkan varias mengajar untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Fasilitas merupakan kelengkapan belajar yang harus ada disekolah. Fungsinya berguna sebagai alat bantu pengajaran, fungsinya sebagai alat peraga. Sebagai sumber belajar adalah sisi lain dari peranannya yang tidak pernah guru lupakan. Lengkap tidaknya fasilitas belajar mempengaruhi pemilihan yang harus guru lakukan.
5. Mendorong Anak Didik untuk Belajar
Menyediakan lingkungan belajar adalah tugas guru. Kewajiban belajar adalah tugas anak didik kedua kegiatan ini menyatu dalam sebuah interaksi pengajaran yang disebut interaksi edukatif. Lingkungan pengajaran yang kondusif adalah lingkungan  yang mampu mendorong anak didik untuk selalu belajar hingga berakhirnya kegaitan belajar mengajar.
Belajar memerlukan motivasi sebagai pendorong bagi anak didik adalah motivasi intrinsic yang lahir dari kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan. Namun sayangnya jarang ditemukan bahwa semua anak didik mempunyai motivasi intrinsic yang sama. Artinya setiap anak yang hadir dalam kelas selalu membawa motivasi yang berbeda.
Gejala adanya anak didik yang kurang senang menerima pelajaran dari guru tidak harus terjadi, karena hal itu akan menghambat proses belajar mengajar. Disinilah diperlukan peranan guru, bagaimana upaya menciptakan lingkungan belajar yang mampu mendorong anak didik untuk senang dan bergairah belajar. Untuk hal ini, cara akurat yang mesti guru lakukan adalah mengembangkan variasi mengajar, baik dalam gaya mengajar, dalam penggunaan media dan bahan pengajaran, maupun dalam interaksi guru dengan anak didik, ketiga komponen variasi mengajar sebagaimana di sebutkan diatas tentu saja menyeret kegiatan belajar anak didik kedalam berbagai pengalaman yang menarik pada berbagai tingkat kognitif anak didik bergairah belajar.

C. Prinsip Penggunaan
Dalam proses belajar mengajar masalah kegiatan siswa adalah yang menjadi fokus perhatian. Apapun kegiatan yang guru lakukan tidak lain adalah untuk suatu upaya bagaimana lingkungan yang tercipta itu menyenangkan hati semua siswa dan dapat menggairahkan belajar siswa.
Prinsip-prinsip penggunaan variasi mengajar itu adalah sebagai berikut
1. Dalam menampilkan keterampilan variasi sebaiknya semua jenis variasi digunakan, selain juga harus ada variasi penggunaan komponen untuk tiap jenis variasi. Semua untuk mencapai tujuan belajar.
2. Mengunakan variasi secara lancar dan berkesinambungan.sehingga moment proses belajar mengajar yang utuh tidak rusak,perhatian anak didik dan proses belajar tidak terganggu.
3. Penggunaan komponen variasi harus benar-benar terstruktur dan di rencanakan oleh guru. Karena itumemerlukan penggunaan yang luwes, spotan sesuai dengan umpan balik yang diterima dari siswa. Biasanya bentuk umpan balik ada dua,yaitu :
a. Umpan balik tingkah laku yang menyangkut perhatian dan keterlibatan siswa.
b. Umpan balik informasi tentang pengetahuan dan pelajaran.
Demikian pembahasan mengenai prinsip-prinsip penggunaan variasi mengajar. Tinggal guru saja yng harus menggunakan secara tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan belajar mengajar yang tercipta untuk mencapai tujuan,yaitu keberhasilan belajar mengajar dari segi proses maupun produk.

D. Pendekatan Bervariasi
Ketika guru dihadapkan kepada permasalahan anak didik yang bermasalah, maka guru akan berhadapan dengan permasalahan anak didik yang bervariasi. Setiap masalah yang dihadapi oleh anak didik tidak selalu sama, terkadang ada perbedaan.
Dalam mengajar guru yang hanya menggunakan satu metode biasanya sukar menciptakan siasana kelas yang konditif dalam waktu relatif lama. Bila terjadi perubahan suasana kelas sulit menormalkannya kembali. Ini sebagai tanda adanya gangguan dalam proses belajar mengajar. Akibatnya, jalannya pelajaran kurang menjadi efektif, efesiensi dan efektivitas pencapaian tujuan pun jadi terganggu, disebabkan anak didik kurang mampu berkonsentrasi. Metode yang hanya satu-satunya dipergunakan tidak dapat diperankan, karena memang gangguan itu terpangkal dari kelemahan metoda tersebut. Karena itu, dalam mengajar kebanyakan guru menggunakan beberapa metode dan jarang sekali menggunakan satu metode.
Pendekatan bervariasi bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan yang dihadapi oleh setiap anak didik dalam belajar bermacam-macam. Kasus yang biasanya muncul dalam pengajaran dengan berbagai motif, sehingga diperlukan variasi teknik permecahan untuk setiap kasus. Maka kiranya pendekatan bervariasi ini sebagai alat yang dapat guru gunakan untuk kepentingan pengajaran.[6]

E. Komponen-Komponen Variasi Mengajar
Pada uraian terdahulu telah disinggung bahwa komponen-komponen variasi mengajar iti bibagi kedalam tiga kelompok besar, yaitu variasi gaya mengajar, variasi media, dan bahan, serta variasi interaksi. Uraian yang mendalam dari ketiga komponen tersebut adalah berikut.[7]
1. Variasi Gaya Mengajar
Variasi ini pada dasarnya meliputi variasi suara, variasi gerakan anggota badan, dan variasi perpindahan kondisi guru dalam kelas. Bagi siswa variasi tersebut dilihat sebagai sesuatu yang energik, antusias, bersemangat, dan semuanya memiliki relevansi dengan hasil belajar.
Variasi dalam gaya belajar mengajar ini adalah sebagai berikut.

a. Variasi suara
Guru harus mampu mengatur suara kapan ia harus mengeraskan suara, dan kapan ia harus melemahkan suaranya. Melalui intonasi dan pengaturan suara yang baik dapat membuat siswa bergairah dalam belajar. Oleh karena itu guru dapat memvariasikan suaranya dari :
1. Besar ke kecil
2. Tinggi ke rendah
3. Cepat ke lambat
4. Nada sedih ke nada gembira.[8]
b. Pemusatan perhatian
Memusatkan perhatian siswa pada hal-hal yang dianggap penting dapat dilakukan oleh untuk memfokuskan perhatikan siswa. Misalnya dengan mengajak siswa untuk memperhatian sesuatu untuk bersama-sama melalui kalimat : “coba anda perhatikan dengan seksama bagain ini…!” penekanan seperti itu biasanya dikombinasikan dengan gerakan anggota badan yang dapat menujukan dengan jari atau memberi tanda pada papan tulis.

c. Kesenyapan
Kadang ketika guru sedang asyik berbicara suasana kelas agak terganggu. Ada siswa yang mengantuk, berbicara atau bermain dngan temannya, atau mungkin ada yang sibuk sendiri. Untuk mengatasi hal ini, guru dapat menerapkan “kenseyapan” yaitu diam sejenak sambil memandang siswa yang sedang sibuk sendiri.
Kesenyapan dapat pula di munculkan ketika guru mengajukan pertayaan dengan tujuan memberi waktu berpikir kepada siswa. Setelah diam beberapa saat, barulah guru menujuk siswa yang akan diminta menjwab pertayaan tersebut.
d. Mengadakan kontak pandang
Kontak pandang dengan seluruh siswa merupakan salah satu senjata ampuh bagi guru dalam mengajar. Memandang seluruh siswa ketika mulai berbicara dan kemudian memandang siswa tertentu dengan tujuan mengacak pemahamannya memberi perhatian khusus, mencerminkan keakraban hubungan antara guru dan siswa dalam mengajar.


e. Gerakan badan dan mimik
Mimik dan gerakan badan merupakan alat komunikasi yang efektif. Mimik dan gerakan badan yang dapat di variasikan antara lain :
1. Ekspresi wajah
2. Gerakan kepala
3. Gerakan tangan
4. Gerakan bahu
5. Gerakan badan secara keseluruhan
f. Perubahan dalam posisi guru
Posisi guru ketika mengajar didalam kelas juga berpengaruh kepada kegairahan siswa belajar. Guru dapat memvariasikan posisinya secara wajar, misalnya : berdiri didepan kelas. Perubahan posisi guru harus dilakukan dengan niat terbuka serta terkesan wajar dan tidak dibuat-buat.[9]
2. Variasi dalam pola interaksi pembelajaran.
Interaksi selalu berkaitan dengan istilah komunikasi / hubungan. Dalam dunia pendidikan, interaksi pembelajaran disebut juga dengan istilah interaksi edukatif.[10]
Dalam variasi keterampilan mengajar guru harus mampu menciptakan interaksi edukatif yang bervariasi. Adapun variasi interaksi pembelajaran yaitu sebagai berikut :
a. Pola interaksi 1 arah
b. Pola interaksi 2 arah
c. Pola interaksi muti arah
3. Variasi dalam penggunaan media pembelajaran
Dalam proses pembelajaran penggunaan variasi pembelajaran perlu diperhatikan karena berhasil tidaknya penggunaan media pembelajaran yang bervariasi tergantung pada pendidikan dalam pengelolaannya. Ada beberapa jenis media pembelajaran yang bisa digunakan dalam proses pengajaran, yaitu :
a. Media grafis
b. Media 3 dimensi
c. Media proyeksi
d. Penggunaan lingkungan sebagai media pembelajaran.[11]
4. Variasi dalam penggunaan metode pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan sarana bagi pendidikan untuk mentransfer ilmu kepada peserta didik. Metode pembelajaran dapat menunjang berhasilnya seorang pendidik mencapai tujuan pendidikan. adapun macam-macam metode pembelajaran yang dapat divariasikan diantaranya, adalah :
a. Metode ceramah
b. Metode tanggung jawab
c. Metode diskusi
d. Metode problem solving
e. Metode Demonstrasi.[12]




Ø  KESIMPULAN
Dalam keterampilan dasar mengajar bervariasi stimulus dapat dibagi menjadi tiga bagian
1. Variasi dalam gaya mengajar
2. Variasi dalam menggunakan median dan bahan pengajaran
3. Variasi dalam interaksi antara guru dan siswa
Keterampilan variasi lebih luas penggunaannya dari pada keterampilan lainnya karena merupakan keterampilan campuran. Dalam menggunakan keterampilan mengajar bervariasi guru bisa menggunakan berbagai variasi atau satu variasi, jadi keterampilan mengajar bervariasi merupakan perubahan kegiatan yang bertujuan meningkatkan, dorongan-dorongan anak didik serta menghilangkan rasa bosan.
Penggunaan variasi ditunjukan kepada siswa dalam memotivasi belajar siswa.
1. Meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap pembelajaran
2. Memberikan kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi
3. Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah
4. Memberikan fasilitas belajar bagi siswa
5. Menolong anak didik untuk belajar.





DAFTAR PUSTAKA

Azhar Arsyad. Media Pembelajaran. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 1997
Djalil, Aria. Pembelajaran Kelas Rangkap. Universitas Terbuka. 2001
Hasibuan & Moedjiono. Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya offset. 2008
Kusnadi. Profesi dan Etika Keguruan. Pekanbaru Riau : Yayasan Pusaka Riau. 2011
Mansyur. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Direktorat Jendral pembinaan kelembagaan Agama Islam. 1996
Sanjaya, Wina. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Kencana. 2008
Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2007
Soetomo. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya : usaha offset printing. 1993
Sudjana, Nana. Media Pembelajaran. Bandung : sinar Baru Algensindo. 2002
Winataputra, Udin S. Strategi Belajar Mengajar. Universitas Terbuka. 2002
Wardani. Pemantapan kemampuan Mengajar, Universitas Terbuka. 2002
Winataputra, Udin S. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Universitas Terbuka. 2005
Zain, Aswan. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Rineka Cipta. 2006
Zurairini dkk. Methodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya : Usaha offset printing : 1993





[1]Dr. Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum berbasis Kompetensi, (Jakarta : Kencana, 2008) hlm._
[2]Mansyur. Strategi Belajar Mengajar ( Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1996). Hlm_
[3]Drs. H. Udin S, Winataputra, M.A. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta : Universitar Terbuka, 2002) hlm_
[4]Drs. Asuan Zain, Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2006).
[5]Dr. Kusnadi, M.Pd, Profesi dan Etika Keguruan  (Pekanbaru-Riau : Yayasan Pusaka Riau, 2001)
[6]Udin, S. winataputra, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2005) hlm_
[7]Aswan Zain. Op., Cit, hlm. 167
[8]Wardani, Pemantapan Kemampuan Mengajar, (PKM) ( Jakarta: Universitas Terbuka, 2002) hlm_
[9]H. Udin S. Winataputra,  M.A dkk. Strategi Belajar Mengajar ( Jakarta : Universitas Terbuka, 2001) Hlm_
[10]Soetomo, Dasar-Dasar Interaksi Belajar Mengajar (Surabaya : Usaha Offset printing, 1993) hlm_


[11]Sudzana Nana, Media Pembelajaran (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2002) hlm. 6
[12]Zuraikini, dkk, Metodhek Khusus Pendidikan Agama (Surabaya : Usaha  offset printing, 1983)  hlm. 82