PENERIMAAN MAHASISWA BARU UNTUK FAKULTAS UNISI | ||||||||||||||||||
NO | JENIS PEMBAYARAN | FAKULTAS EKONOMI | FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN | FAKULTAS TEHNIK DAN ILMU KOMPUTER | FAKULTAS PERTANIAN | FAKULTAS ILMU | FAKULTAS | |||||||||||
MANAJEMEN | AKUNTANSI | PENJAS | B. INGGRIS | TEKNIK SIPIL | INDUSTRI | SISTEM IMFORMASI | HUKUM | |||||||||||
1 | SKS+REGESTASI | 2210000 | 2210000 | 2335000 | 2185000 | 2210000 | 2210000 | 2210000 | 2210000 | 2210000 | 2210000 | |||||||
2 | DANA PEMBANGUNAN REGULER | 2000000 | 1800000 | 2000000 | 1800000 | 1100000 | 1100000 | 1800000 | 1100000 | 1100000 | 1600000 | |||||||
3 | KELENGKAPAN MAHASISWA | 175000 | 175000 | 175000 | 175000 | 175000 | 175000 | 175000 | 175000 | 175000 | 175000 | |||||||
4 | DANA KEGIATAN PENGENALAN AKADEMIK | 100000 | 100000 | 100000 | 100000 | 100000 | 100000 | 100000 | 100000 | 100000 | 100000 | |||||||
5 | TES NARKOBA | 75000 | 75000 | 75000 | 75000 | 75000 | 75000 | 75000 | 75000 | 75000 | 75000 | |||||||
6 | BUKU PANDUAN | 50000 | 50000 | 50000 | 50000 | 50000 | 50000 | 50000 | 50000 | 50000 | 50000 | |||||||
JUMLAH | 4610000 | 4410000 | 4735000 | 4385000 | 3710000 | 3710000 | 4410000 | 3710000 | 3710000 | 4210000 | ||||||||
NO | JENIS PEMBAYARAN | FAKULTAS EKONOMI | FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN | FAKULTAS TEHNIK DAN ILMU KOMPUTER | FAKULTAS PERTANIAN | FAKULTAS ILMU | FAKULTAS | |||||||||||
MANAJEMEN | AKUNTANSI | PENJAS | B. INGGRIS | TEKNIK SIPIL | INDUSTRI | SISTEM IMFORMASI | HUKUM | |||||||||||
1 | SKS+REGESTASI | 2210000 | 2210000 | 2335000 | 2185000 | 2210000 | 2210000 | 2210000 | 2210000 | 2210000 | 2210000 | |||||||
2 | DANA PEMBANGUNAN KELAS MANDIDRI | 2500000 | 2500000 | 2500000 | 2500000 | 2500000 | 2500000 | 2500000 | 2500000 | 2500000 | 2500000 | |||||||
3 | KELENGKAPAN MAHASISWA | 175000 | 175000 | 175000 | 175000 | 175000 | 175000 | 175000 | 175000 | 175000 | 175000 | |||||||
4 | DANA KEGIATAN PENGENALAN AKADEMIK | 100000 | 100000 | 100000 | 100000 | 100000 | 100000 | 100000 | 100000 | 100000 | 100000 | |||||||
5 | TES NARKOBA | 75000 | 75000 | 75000 | 75000 | 75000 | 75000 | 75000 | 75000 | 75000 | 75000 | |||||||
6 | BUKU PANDUAN | 50000 | 50000 | 50000 | 50000 | 50000 | 50000 | 50000 | 50000 | 50000 | 50000 | |||||||
JUMLAH | 5110000 | 5110000 | 5235000 | 5085000 | 5110000 | 5110000 | 5110000 | 5110000 | 5110000 | 5110000 |
Sabtu, 02 Juni 2012
PENERIMAAN MAHASISWA BARU UNTUK FAKULTAS UNISI
Kamis, 31 Mei 2012
HAL-HAL YANG DISUNNAHKAN DALAM SHALAT
HAL-HAL
YANG DISUNNAHKAN DALAM SHOLAT
Hal yang sunnah dalam sholat adalah
bagian sholat yang tidak termasuk dalam rukun maupun wajib, tidak membatalkan
solat baik ditinggalkan secara sengaja maupun lupa. Hal-hal yang sunnah
lebih baik dan menambah pahala bila dilakukan seandainya memang kita
sanggup atau berkesempatan melakukannya.
Sunnah-sunnah ini tidak wajib
dilakukan oleh orang yang shalat, tetapi jika ia melakukan semuanya atau
sebagiannya maka ia akan mendapatkan pahala, sedangkan orang yang meninggalkan
semuanya atau sebagiannya maka tidak ada dosa baginya, sebagaimana pembicaraan
tentang sunnah-sunnah yang lain (selain sunnah shalat).
Namun seharusnya bagi seorang mukmin
untuk melakukannya sambil mengingat sabda Al-Mushthafa shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
“Wajib atas kalian
berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Al-Khulafaa` Ar-Raasyidiin yang
mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham kalian.” (HR. At-Tirmidziy dari Al-’Irbadh
bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu)
Diantara sunnah-sunnah shalat
adalah :
1. Do’a Iftitaah
2. Meletakkan (telapak) tangan kanan
di atas (punggung) tangan kiri pada dada tatkala berdiri sebelum ruku’
3. Mengangkat kedua tangan dengan
jari-jari rapat yang tebuka (tidak terkepal) setinggi bahu atau telinga tatkala
takbir pertama, ruku’, bangkit dari ruku’, dan ketika berdiri dari tasyahhud
awal menuju raka’at ketiga
4. Tambahan dari sekali tasbih dalam
tasbih ruku’ dan sujud
5. Tambahan dari ucapan Rabbanaa
walakal hamdu setelah bangkit dari ruku’
6. Tambahan dari satu permohonan
akan maghfirah (yaitu bacaan Rabbighfirlii) Diantara dua sujud
7. Meratakan kepala dengan punggung
dalam ruku’
8. Berjauhan antara kedua lengan
atas dengan kedua sisi, antara perut dengan kedua paha dan antara kedua paha
dengan kedua betis pada waktu sujud
9. Mengangkat kedua siku dari lantai
ketika sujud
10. Duduk iftiraasy (duduk di atas
kaki kiri sebagai alas dan menegakkan kaki kanan) pada tasyahhud awal dan
Diantara dua sujud.
11. Duduk tawarruk (duduk pada
lantai dan meletakkan kaki kiri di bawah kaki kanan yang tegak) pada tasyahhud
akhir dalam shalat tiga atau empat raka’at
12. Mengisyaratkan dengan telunjuk
pada tasyahhud awal dan tasyahhud akhir sejak mulai duduk sampai selesai
tasyahhud
13. Mendo’akan shalawat dan berkah
untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarga beliau serta
untuk Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan keluarga beliau pada tasyahhud awal
14. Berdo’a pada tasyahhud akhir
15. Mengeraskan (jahr) bacaan pada
shalat Fajar (Shubuh), Jum’at, Dua Hari Raya, Istisqaa` (minta hujan), dan pada
dua raka’at pertama shalat Maghrib dan ‘Isya`
16. Merendahkan (sirr) bacaan pada
shalat Zhuhur, ‘Ashar, pada raka’at ketiga shalat Maghrib dan dua rakaat
terakhir shalat ‘Isya`
17. Membaca lebih dari surat Al-Fatihah.
Demikian juga kita harus
memperhatikan apa-apa yang tersebut dalam riwayat tentang sunnah-sunnah selain
yang telah kami sebutkan. Misalnya, tambahan dari ucapan Rabbanaa walakal hamdu
setelah bangkit dari ruku’ untuk imam, makmum, dan yang shalat sendiri, karena
hal itu termasuk sunnah. Meletakkan kedua tangan dengan jari-jari terbuka
(tidak rapat) pada dua lulut ketika ruku’ juga termasuk sunnah.
Penjelasan
Sunnah-sunnah Shalat
Sunnah-sunnah dalam Shalat itu
sebagai berikut:
1. Doa Istiftaah
Dinamakan do’a Istiftaah karena
shalat dibuka dengannya.
Diantara doa istiftaah:
سُبْحَانَكَ
اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلَهَ
غَيْرُكَ
“Maha Suci Engkau Ya Allah dan Maha
Terpuji, Maha Berkah Nama-Mu, Maha Tinggi Kemuliaan-Mu, dan tiada Ilah yang
berhak diibadahi selain Engkau.”
Makna Subhaanakallaahumma,
“Saya mensucikan-Mu dengan pensucian yang layak bagi Kemuliaan-Mu, Ya Allah.”
Wabihamdika, ada yang mengatakan maknanya,
“Saya mengumpulkan tasbih dan pujian bagi-Mu.”
Watabaarakasmuka, maknanya, “Berkah dapat tercapai
dengan menyebut-Mu.”
Wata’aalaa jadduka, maknanya, “Maha Mulia
Keagungan-Mu.”
Wa laa ilaaha ghairuka, maknanya, “Tidak ada sesembahan
(yang berhak diibadahi) di bumi maupun di langit selain-Mu.”
Boleh membaca do’a istiftaah dengan
do’a yang mana saja yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mustahab (termasuk sunnah) jika seorang muslim melakukan doa istiftaah kadang
dengan do’a yang ini, kadang dengan do’a yang itu, agar dia tergolong orang
yang melakukan sunnah keseluruhannya (dalam masalah ini).
Diantara do’a-do’a istiftaah yang
tersebut dalam riwayat adalah
اللَّهُمَّ
بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ
وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ
الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِيْ مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ
وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ
“Ya Allah, jauhkanlah antara aku
dengan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur
dengan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana
baju yang putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah
kesalahan-kesalahanku dengan air, es dan embun.”
2. Meletakkan
(telapak) tangan kanan di atas (punggung) tangan kiri pada dada saat berdiri
sebelum ruku’
Sebagaimana diterangkan dalam hadits
Wa`il bin Hujr radhiyallahu ‘anhu,
“Lalu Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam meletakkan tangan yang kanan di atas tangan yang kiri.” (HR. Al-Imam Ahmad dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga bersabda,
إِنَّا
مَعْشَرَ الأَنْبِيَاءِ أُمِرْنَا بِتَعْجِيْلِ فِطْرِنَا وَتَأْخِيْرِ
سُحُوْرِنَا وَأَنْ نَضَعَ أَيْمَانَنَا عَلَى شَمَائِلِنَا فِي الصَّلاَةِ
“Sesungguhnya kami,
kalangan para Nabi, telah diperintahkan untuk menyegerakan buka puasa kami,
mengakhirkan sahur kami, serta agar kami meletakkan tangan kanan kami di atas
tangan kiri dalam shalat.” (HR. Abu Dawud dengan sanad yang hasan dari Thawus secara mursal)
Dan masih ada lagi selain cara di
atas sebagaimana di terangkan dalam berbagai riwayat. Namun dalam hal ini,
pendapat yang terpilih dan rajih adalah meletakkan tangan di atas dada (yaitu
tepat di dada, bukan di atas dada mendekati leher), atau yang mendekati dada
yaitu di sekitar hati, wallaahu a’lam.
Asy-Syaikh Al-Albaniy menjelaskan
bahwa meletakkan kedua tangan di dada inilah yang shahih di dalam sunnah,
adapun selain itu riwayatnya dha’if atau laa ashla lahu (tidak ada asalnya),
lihat kitab beliau Shifatu Shalaatin Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Mengangkat kedua
tangan dengan jari-jarinya yang rapat terbuka (tidak terkepal) setinggi bahu
atau telinga tatkala takbir pertama, ruku’, bangkit dari ruku’ dan ketika
berdiri dari tasyahhud awal menuju raka’at ketiga
Berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud
yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua
tangannya dengan jari-jari yang rapat terbuka /tidak terkepal (dan tentunya
menghadap ke kiblat).
Juga berdasarkan hadits Abu Humaid
radhiyallahu ‘anhu, “Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengangkat kedua tangan setinggi kedua bahunya.” (HR. Abu Dawud)
Dan hadits Malik bin Huwairits,
“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya hingga
setinggi ujung kedua telinganya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Mengangkat kedua tangan adalah isyarat
membuka hijab antara seorang hamba dengan Rabbnya, sebagaimana telunjuk
mengisyaratkan ke-Esaan Allah ‘azza wa jalla.
Pada Hadits ‘Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika beliau
berdiri untuk shalat wajib maka beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangan
beliau setinggi kedua bahunya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan
seperti itu apabila telah selesai dari bacaannya dan hendak ruku’, demikian
pula setelah mengangkat kepala dari ruku’. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak mengangkat tangannya sama sekali ketika duduk di dalam shalat. Apabila
telah berdiri selesai melakukan dua sujud (maksudnya adalah dua raka’at), maka
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali mengangkat kedua tangannya sambil
bertakbir. (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidziy menshahihkannya).
4. Tambahan dari
sekali dalam tasbih ruku’ dan sujud
Sesuai hadits Hudzaifah radhiyallahu
‘anhu bahwa ia mendengarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengucapkan tatkala ruku’, Subhaana rabbiyal ‘azhiim,
sedangkan tatkala sujud, Subhaana rabbiyal a’laa. (HR. Abu Dawud)
Boleh juga ditambah dengan wabihamdih. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Yang wajib adalah satu kali,
sedangkan batas minimal kesempurnaan adalah tiga kali dan maksimalnya sepuluh
kali (bagi imam). Sebagaimana dikatakan oleh para ‘ulama, “Bagi imam, batas
minimal kesempurnaan adalah tiga kali dan maksimalnya sepuluh kali.”
Boleh juga do’a yang lain seperti
dalam hadits Abu Hurairah, bahwa di dalam sujudnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengucapkan,
اللَّهُمَّ
اغْفِرْلِيْ ذَنْبِيْ كُلَّهُ وَدِقَّهُ وَجِلَّهُ وَأَوَّلَهُ وَأَخِرَهُ
وَعَلاَنِيَّتَهُ وَسِرَّهُ
“Ya Allah, ampunilah bagiku dosaku
semuanya, yang kecil maupun yang besar, yang awal maupun yang akhir, serta yang
terang-terangan maupun yang tersembunyi.” (HR. Muslim)
Atau memilih do’a yang lain, lihat
Shifatu Shalaatin Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam karya Asy-Syaikh
Al-Albaniy.
Jika mau maka boleh berdo’a (dengan bahasa Arab) ketika sujud, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Adapun ketika sujud, maka
perbanyaklah do’a padanya, sebab sangat pantas dikabulkan bagi kalian (dengan
keadaan seperti itu).” (HR. Muslim)
Ketahuilah bahwa tidak boleh membaca ayat atau surat Al-Qur`an saat ruku’
dan sujud karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya!! (HR.
Muslim)
5. Tambahan dari
ucapan Rabbanaa walakal hamdu setelah bangkit dari ruku’
Seperti menambahkan,
مِلْءَ
السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْئٍ بَعْدُ
“Sepenuh langit dan sepenuh bumi dan
sepenuh semua yang Engkau kehendaki selain itu.” (HR. Muslim)
Jika mau maka boleh menambahkan
lagi,
أَهْلَ
الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ أَحَقُّ مَا قَالَ الْعَبْدُ وَكُلُّنَا لَكَ عَبْدٌ
اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ
وَلاَ
يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
“Pemilik pujian dan kemuliaan yang
paling pantas untuk dikatakan oleh seorang hamba, semua kami hamba-Mu, Ya
Allah, tidak ada penghalang terhadap apa yang Engkau berikan, tidak ada pemberi
terhadap apa yang Engkau tahan, dan tidak dapat memberi manfaat selain
daripada-Mu.” (HR. Muslim, Abu Dawud dan Abu ‘Awanah)
Boleh juga tanpa wawu Rabbanaa lakal
hamdu. (Muttafaqun ‘alaih)
Boleh mengucapkan do’a yang lain
yang disebutkan dalam berbagai riwayat, lihat Shifatu Shalaatin Nabiy
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
6. Tambahan dari satu
permohonan akan maghfirah di antara dua sujud
Yang wajib adalah satu kali sesuai
riwayat Hudzaifah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan di
antara dua sujud, Rabbighfirlii (Rabbku
ampunkanlah aku!). (HR. An Nasa`iy dan Ibnu Majah)
7. Meratakan kepala
dengan punggung dalam ruku’
Berdasarkan hadits ‘A`isyah, “Jika
ruku’, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak meninggikan kepalanya
dan tidak pula menurunkannya, akan tetapi di antara itu.” (HR. Muslim)
8. Berjauhan antara
kedua lengan atas dengan kedua sisi, antara perut dengan kedua paha dan antara
kedua paha dengan kedua betis pada waktu sujud
9. Mengangkat kedua
siku tangan dari lantai ketika sujud
Berdasarkan hadits tentang sifat
shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak merapatkan kedua siku ke lantai. (HR. Al Bukhariy dan Abu Dawud)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengangkat kedua sikunya dari lantai dan menjauhkannya dari dua sisinya
sehingga tampak putih ketiaknya dari belakang. (Muttafaqun ‘alaih)
10. Duduk Iftiraasy
(duduk di atas kaki kiri sebagai alas dan menegakkan kaki kanan) pada tasyahhud
awal dan di antara dua sujud
Berdasarkan hadits riwayat ‘A`isyah
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan alas kaki kirinya dan
menegakkan kaki kanannya. (HR. Muslim)
Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul
Wahhab berkata, “Lalu duduk iftirasy untuk bertasyahhud, meletakkan kedua tangan
di atas paha dengan jari-jari tangan kiri dibentangkan dan rapat menghadap
Kiblat, sedangkan pada tangan kanannya maka anak jari dan jari manis dikepal,
serta jari tengah dilingkarkan dengan ibu jari, lalu bertasyahhud dengan sirr
(diucapkan dengan tidak bersuara), sementara telunjuk memberi isyarat tauhid.”
11. Duduk tawarruk
(duduk dengan pantat menyentuh lantai dan meletakkan kaki kiri di bawah kaki
kanan yang tegak) pada tasyahhud akhir dalam shalat tiga atau empat raka’at
Abu Humaid As-Sa’idiy berkata, “Jika
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk pada raka’at terakhir maka beliau
memajukan kaki kirinya dan menegakkan yang lain (kanan) serta duduk dengan
pantat menyentuh lantai.” (HR. Al-Bukhariy 2/828)
Dan dalam hadits Rifa’ah bin Rafi’
dijelaskan, “Lalu jika kamu telah duduk di pertengahan (akan selesainya) shalat
maka thuma’ninahlah, rapatkan ke lantai paha kirimu lalu bertasyahhud.” (HR.
Abu Dawud no.860)
12. Mengisyaratkan
dengan telunjuk pada tasyahhud awal dan tasyahhud akhir sejak mulai duduk
sampai selesai tasyahhud
13. Mendo’akan
shalawat dan berkah untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
keluarga beliau serta untuk Nabi Ibrahim ‘alaihis sallam dan keluarga beliau
pada tasyahhud awal
14. Berdo’a pada
tasyahhud akhir
Berdasarkan hadits, “Lalu hendaklah
ia memilih do’a yang dia suka.”
Banyak do’a-do’a setelah tasyahhud
yang terdapat dalam berbagai riwayat, silahkan meruju’ kitab Shifatu Shalaatin
Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam.
15. Menjahrkan
(mengeraskan) bacaan pada shalat Fajr, Jum’at, Dua Hari Raya, Istisqaa` (minta
hujan) dan pada dua raka’at pertama shalat Maghrib dan ‘Isya`
16. Merendahkan (sirr)
bacaan pada shalat Zhuhur, ‘Ashar, pada raka’at ketiga shalat Maghrib dan dua
rakaat terakhir shalat ‘Isya`
Al-Imam Ibnu Qudamah berkata, “Telah
disepakati akan mustahab-nya menjahrkan bacaan pada tempat-tempat jahr dan
mensirrkan pada tempat-tempat sirr, serta kaum muslimin tidak berselisih
pendapat tentang tempat-tempatnya. Atas dasar perbuatan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang jelas pada penukilan ‘ulama khalaf dari ‘ulama
salaf.”
17. Membaca lebih dari
Al-Fatihah
Al-Imam Ibnu Qudamah berkata,
“Membaca surat setelah Al-Fatihah adalah disunnahkan pada dua raka’at (awal)
dari semua shalat, kita tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam
masalah ini.”
Sunnah-sunnah yang
lain dalam Shalat
Termasuk sunnah,
yaitu imam menjahrkan (mengeraskan lisan) takbirnya dan pada saat mengucapkan
tasmii’ (sami’allaahu liman hamidah), sesuai
dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika imam takbir maka
bertakbirlah kalian.”
Juga sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Jika imam mengucapkan Sami’allaahu liman hamidah, maka
ucapkanlah: Rabbanaa walakal hamdu.”
(Muttafaqun ‘alaih)
Adapun makmum dan orang yang shalat
sendiri, maka mereka mensirrkan kedua ucapan tersebut.
Disunnahkan mengucapkan ta’awwudz secara sirr (tidak bersuara), dengan mengucapkan A’uudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim, atau A’uudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim min hamzihi
wanafkhihi wanaftsih (aku berlindung kepada
Allah dari godaan syaithan yang terkutuk, dari semburannya, kesombongannya dan
hembusannya). Lalu membaca basmalah dengan sirr (pelan), basmalah tidak
termasuk Al-Fatihah, tidak pula surat-surat lainnya (kecuali pada surat An-Naml
ayat 30, pent), namun basmalah merupakan satu ayat tersendiri yang berada di
awal tiap surat kecuali At-Taubah.
Disunnahkan menulis basmalah di awal tiap kitab
sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi Sulaiman dan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, serta hendaklah diucapkan
(basmalah) di tiap permulaan suatu pekerjaan, sebab ia dapat mengusir
syaithan.
Ketika membaca Al-Fatihah disunnahkan untuk berhenti pada tiap ayat
sebagaimana cara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membacanya, lalu
mengucapkan aamiin (Ya Allah, kabulkanlah!) setelah diam sejenak agar diketahui
bahwa kata aamiin bukan dari Al-Qur`an. Tidak boleh mengucapkan Rabighfirlii
sebelum aamiin, karena tidak ada dalilnya. Imam dan makmum menjahrkan aamiin
secara bersamaan pada shalat jahr, setelah itu disunnahkan bagi imam untuk diam
sejenak pada shalat jahr berdasarkan hadits Samurah.
Disunnahkan membaca satu surat secara utuh
setelah Al-Fatihah (dari awal sampai akhir ayat dalam satu surat) walaupun
boleh hanya membaca satu ayat, yang menurut Al-Imam Ahmad mustahab
(sunnah/disukai) satu ayat tersebut panjang. Adapun di luar shalat, maka
membaca basmalah boleh dengan jahr atau sirr.
Hendaklah surat yang
dibaca pada shalat Fajr
(Shubuh), surat yang termasuk dalam Thiwaal Al-Mufashshal (surat-surat panjang
dari mufashshal), berdasarkan ucapan Aus, “Saya telah menanyakan kepada para
shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bagaimana kalian membagi
Al-Qur`an?” Maka masing-masing mereka berkata, “Tiga bagian, lima, tujuh, sembilan,
sebelas dan tiga belas, ditambah satu bagian Al-Mufashshal (yang dimulai dari
surat Qaaf hingga An-Naas).”
Kemudian pada
shalat Maghrib membaca Qishaar Al-Mufashshal (surat-surat pendek dari
mufashshal). Adapun pada shalat-shalat yang lain, maka membaca Ausath
Al-Mufashshal (yang sedang dari mufashshal) jika tidak ada ‘udzur/halangan,
namun jika ada halangan maka membaca yang pendek saja.
Tidak mengapa bagi wanita membaca
dengan jahr pada shalat jahr, selama tidak ada laki-laki ajnabiy (yang bukan mahram)
yang mendengarkannya.
Adapun orang yang melakukan shalat
sunnah di malam hari, maka hendaklah ia
memperhatikan maslahat, jika di dekatnya ada orang yang merasa terganggu
hendaklah ia sirrkan, adapun jika orang di dekatnya justru memperhatikan bacaannya
maka hendaklah ia jahrkan. Tidak terlalu keras dan tidak terlalu pelan
sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Abu Bakr
radhiyallahu ‘anhu ketika shalat malam agar meninggikan sedikit suaranya dan
memerintahkan ‘Umar radhiyallahu ‘anhu agar menurunkan sedikit suaranya.
Hendaklah menjahrkan bacaan pada tempat jahr
dan mensirrkannya pada tempat sirr, walaupun tetap sah shalatnya kalau ia
melakukan kebalikannya, akan tetapi sunnah lebih berhak untuk diikuti.
Adapun tertib
ayat, maka wajib diperhatikan karena tertib ayat harus berdasarkan nash.
Termasuk sunnah, berpaling ke kanan dan kiri saat
salam, dan hendaklah berpaling ke kiri lebih dalam hingga pipi terlihat. Imam
menjahrkan pada salam pertama saja, adapun selain imam maka hendaklah
mensirrkan kedua salam itu.
Disunnahkan untuk tidak memanjangkan suara
saat memberi salam serta berniat dengannya untuk keluar dari (mengakhiri)
shalat dan memberi salam kepada malaikat penjaga dan orang-orang yang hadir.
Termasuk sunnah, setelah shalat imam (berbalik)
condong ke makmum baik pada sisi kanan atau kirinya, imam tidak lama duduk
menghadap Kiblat setelah salam, dan makmum tidak pergi sebelum imam. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنِّيْ
إِمَامُكُمْ فَلاَ تَسْبِقُوْنِيْ بِالرُّكُوْعِ وَلاَ بِالسُّجُوْدِ وَلاَ
بِالإِنْصِرَافِ
“Sesungguhnya aku adalah imam
kalian, maka janganlah mendahuluiku dalam ruku’, sujud dan pergi.”
Jika ada jama’ah wanita yang ikut
shalat, maka hendaklah jama’ah wanita itu keluar terlebih dahulu, sedangkan
jama’ah laki-laki tetap pada tempatnya untuk berdzikir agar tidak berpapasan
dengan wanita.
Wallaahu A’lam.
Maraji’: Syarh
Ad-Duruus Al-Muhimmah li ‘Aammatil Ummah, karya Asy-Syaikh Ibnu Baaz dan
Shifatu Shalaatin Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam karya Asy-Syaikh
Al-Abaniy.
http://fdawj.atspace.org/awwb/th3/28.htm
Langganan:
Postingan (Atom)